Selasa, 01 Maret 2011

perekonomian indonesia

SISTEM ADMINISTRASI DATA KEPENDUDUKAN
DATA ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN “TIDAK LAYAK “
Nama : Mira Rosita
Kelas : 3ea12
Npm : 10208807
Matkul : Perekonomian Indonesia
I LATAR BELAKANG
1. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat atas pelayanan—kependudukan—yang profesional, penyelenggaraan Undang-Undang RI No.23 Tahun 2006, Tentang Administrasi Kependudukan, ditujukan untuk:
1.1 Memberikan ‘keabsahan identitas dan kepastian hukum’ atas dokumen Penduduk seperti KTP, KK, Akta Kelahiran, Akta Kematian, Surat Keterangan Pindah, Surat Keterangan Pindah—Datang dsb.
1.2 Memberikan perlindungan status hak sipil Penduduk.
1.3 Menyediakan data dan informasi kependudukan yang akurat, lengkap, mutahir dan mudah di-akses mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi sampai tingkat Nasional, sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya.
1.4 Mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan terpadu.
1.5 Menyediakan ‘data—Penduduk’ yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam ‘setiap—kegiatan’ Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan.
2. Dalam rangka mengejar terlaksananya target Pasal 101 huruf a. dan b. Undang-Undang RI No 23 Tahun 2006, Tentang Administrasi Kependudukan, dimana Pemerintah wajib memberikan Nomor Induk Kependudukan [NIK] Nasional kepada setiap Penduduk Indonesia dan dicantumkan dalam Kartu Tanda Penduduk paling lambat akhir tahun 2011; Pemerintah menerbitkan PERPRES No.29 Tahun 2009, tentang Penerapan KTP Berbasis NIK Nasional paling lambat akhir Tahun 2011.
3. Dalam rangka penghematan uang Negara, PEMILU dan PEMILU KADA ‘jujur—adil-aman—efisien’, penyelenggaraannya diwacanakan menggunakan KTP.
4. Dalam rangka penyelenggaraan PEMILU dan PEMILU KADA ‘jujur—adil—aman--efisien’, diperlukan data setiap penduduk Indonesia yang dijamin ‘ke-absahan identitas dan kepastian hukumnya’; bersifat ‘dinamis—berubah setiap saat’ sesuai dengan transaksi yang dilakukannya baik di-dalam atau di-luar wilayah NKRI; ‘akurat’, ‘lengkap’, ‘mutahir’, ‘mudah di-akses setiap saat’ mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi sampai tingkat Nasional.
Latar Belakang Munculnya Neoliberalisme [12]
Ada klaim bahwa awal munculnya neoliberalisme dilatar-belakangi oleh hancurnya “liberalisme”. Padahal bisa jadi hal ini hanya salah satu faktor saja. Liberalisme dianggap gagal karena ternyata belum juga berhasil mengentaskan kemiskinan umat manusia. Seiring dengan hancurnya liberalisme, pada tahun 1973 terjadi krisis minyak: mayoritas negara penghasil minyak Timur Tengah (TT) melakukan embargo terhadap As dan sekutunya; serta melipat-gandakan harga minyak dunia. Hal ini dilakukan oleh TT sebagai bukti “reaksi” mereka terhadap AS yang mendukung Israel dalam perang Yom Kippur.[13] Keputusan TT ini ditanggapi serius oleh para elit politik negara-negara sekutu AS dan mereka pun saling berselisih paham sehubungan dengan angka pertumbuhan ekonomi, beban bisnis, beban biaya-biaya sosial demokrat (biaya-biaya fasilitas negara untuk rakyatnya). Pada situasi inilah ide-ide libertarian sebagai wacana menjadi dominan, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga ditingkat global di IMF dan World Bank (WB), dan WTO. Banyak yang menduga bahwa IMF, World Bank dan WTO adalah pendukung neoliberalisme. Kedua lembaga ini merupakan penyebab suburnya neoliberalisme. Lembaga-lembaga ini memiliki kesempatan besar untuk memaksa negara-negara berkembang (miskin) untuk mengambil dan menjalankan kebijakan neoliberalisme dalam tataran pasar bebas dengan istilah kren demi “structural adjustment” (penyesuaian struktural). Ujung-ujungnya adalah banyak negara berkembang yang justru semakin banyak hutangnya.
Pada tahun 1975-80an, di AS, Robert Nozick mengeluarkan tulisan berjudul “Anarchy, State, and Utopia”, yang dengan cerdas menyatakan kembali posisi kaum ultra minimalis, ultra libertarian sebagai retorika dari lembaga pengkajian universitas, yang kemudian disebut dengan istilah: REAGANOMICS; dan di Inggris, Keith Joseph menjadi penggagas “Thatcherisme”.[14]
Reaganomics atau Reaganisme menyebarkan retorika kebebasan yang dikaitkan dengan pemikiran John Locke[15], sedangkan Thatcherisme dikaitkan dengan pemikiran liberal John S. Mill dan A. Smith. Walaupun Locke dan Mill serta Smith sedikit berbeda, tetapi kesimpulan akhirnya tetap bermuara pada intervensi negara harus berkurang sehingga individu lebih bebas berusaha. Pemahaman inilah yang kemudian di sebut: NEOLIBERALISME.
Paham ekonomi neoliberal ini, di kemudian hari dikembangkan oleh Milton Friedman. Menurut Milton Friedman, prinsip utama bisnis ekonomi adalah mencari keuntungan. Menurutnya, tugas dari pebisnis adalah mencari uang/keuntungan (“the business/task of businessman is business/making money”). Hanya dengan cara ini, suatu perusahaan akan bertahan dan bisa menghidupi para karyawannya serta CEO-nya. Tetapi, gagasan ini, kemudian banyak ditentang, karena bisnis tidak semata-mata hanya mencari keuntungan tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial: memelihara sumber daya alam dan juga memperhatikan lingkungan sosial bisnis, serta ikut andil mengentaskan pengangguran serta kemiskinan.
Visi Neoliberalisme
Walaupun neoliberalisme selalu dikaitkan dengan ekonomi, namun sebenarnya neoliberalisme bukan hanya sekedar ekonomi. Neoliberalisme bervisi tentang manusia dan masyarakat dengan cara pikir ekonomi yang khas sebagai perangkat utama. Visi neoliberalisme tersebut dapat kita lihat dalam uraian berikut:
Pertama, Visi Antropologis [16]
Neoliberalisme berkembang melalui reduksi manusia sebagai makhluk ekonomi (homo oeconomicus). Yang menarik dari visi neoliberal adalah pengandaian manusia sebagai homo oeconomicus direntang luas untuk diterapkan pada semua dimensi hidup manusia: menjadi prinsip pengorganisasian seluruh masyarakat. Hal itu secara eksplisit diungkapkan Gary Becker dalam karyanya yang berjudul “The Economic Approach to Human Behavior (1976): pendekatan ekonomi menyediakan kerangka semesta untuk memahami semua tingkah laku manusia.
Kedua, virtualisasi Ekonomi
Awal tahun 1980-an terjadi evolusi berpikir: perspektif oeconomicus tidak hanya direntang untuk diterapkan pada dimensi hidup manusia, tetapi dalam perspektif oeconomicus sendiri berkembang hierarkhi prioritas: sektor finansial (financial capital) atas sektor-sektor lain dalam ekonomi. Hasilnya adalah revolusi produk finansial, seperti derivatif, sekuritas, dsb. Tren ini lalu mempertajam pembedaan antara sektor virtual dan sektor riil dalam ekonomi dengan prioritas yang pertama. Jadi, proses ekonomi bergerak dengan prioritas transaksi uang ketimbang produksi barang/jasa riil.
Gagasan Filosofis (Konsep) Neoliberalisme
Pertama, menginginkan sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme abad ke-19
Kapitalisme abad ke-19 menghargai kebebasan individu berjalan sepenuhnya dan campur tangan pemerintah sangat sedikit dalam urusan kehidupan ekonomi. Yang menjadi penentu utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar bukan pemerintah.[17] Gagasan ini barangkali masih dipengaruhi oleh gagasan John Locke (abad 18) yang mengatakan bahwa kaum liberal adalah orang-orang yang memiliki hak untuk hidup, merdeka, sejahtera, bebas bekerja, bebas mengambil kesempatan apapun, bebas mengambil keuntungan apapun. Pada zaman kapitalisme abad ke-19 ini, orang bebas diartikan sebagai seseorang yang memiliki hak-hak dan mampu menggunakannya dengan memperkecil campur tangan pihak lain (aturan pihak lain): kita berhak menjalankan kehidupan sendiri.[18]
Kedua, mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar bebas: pasar yang berkuasa
Untuk mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar bebas, kaum neoliberalisme selalu mengusung “kebebasan” dan tidak adanya hambatan buatan yang diterapkan pemerintah. Oleh karena itu, perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau tanpa hambatan perdagangan lainnya (tanpa regulasi legal). Bentuk-bentuk hambatan perdagangan yang ditolak kaum neoliberalisme (dalam perdagangan bebas): bea cukai, kuota, subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai bantuan pemerintah untuk produsen lokal, peraturan administrasi dan peraturan anti-dumping. Menurut kaum neoliberalisme pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah.[19]
Ketiga, menolak (mengurangi) campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik
Gagasan ini terfokus pada metode pasar bebas, pembatasan campur tangan pemerintah yang sedikit terhadap perilaku bisnis dan hak-hak milik pribadi. Gagasan ini sebenarnya tidak sehat. Kaum kaya semakin kaya dan kaum miskin semakin miskin. Seharusnya yang lebih penting adalah keadilan perdagangan (fair trade) bukan perdagangan bebas (free trade).[20]
Keempat, memangkas anggaran publik untuk layanan sosial
Kurangi anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih, karena semuanya itu adalah bantuan dari pemerintah. Seandainya hal ini berkurang berarti peran pemerintah juga berkurang. Kelima, deregulasi: hambatan dan hukum perdagangan harus dihapus. Keenam, privatisasi: aktivitas ekonomi harus dikelola oleh swasta (non-pemerintah). Ketujuh, mengenyahkan konsep “the public good”: mengurangi tanggung jawab bersama dan menggantikannya dengan “kewajiban individu”.[21]
Liberalisme dan Neoliberalisme[22]
a. Perbedaan
• Liberalisme


1. manusia dianggap sebagai: homo oeconomicus;
2. manusia adalah otonom, bebas memilih;
3. wacana politik: sosial demokrat dengan argumen, “kesejahteraan”;
4. Meletakkan kebebasan sebagai nilai politik tertinggi;
5. Masih mengakui peran kerajaan/pemerintah. Dalam arti sistem kerajaan harus melindungi hak-hak semua rakyat secara adil, bijak dan seksama;
6. Masih mengakui undang-undang kerajaan (pemerintah). Artinya semua rakyat mempunyai hak-hak yang sama rata di depan hukum dan undang-undang;
1. Menghendaki peran serta kerajaan dalam pasar bebas. Menjaga agar tidak terjadi diskriminasi, pemerikasaan barang-barang impor-ekspor harus dilakukan secara hikmat.

• Neoliberalisme


1. homo oeconomicus dijadikan prinsip untuk memahami semua “tingkah laku manusia”;
2. hal ini dimodifikasi ke arah yang lebih ekstrem: tidak perlu adanya campur tangan pemerintah, batas negara diterobos;
3. wacana politik: sosial ekonomis kapitalis dengan argumen “privatisasi aktivitas ekonomi”;
4. Meletakkan kebebasan dalam tataran ekonomi, pasar bebas, globalisme;
5. Lebih ekstrem: sama sekali menolak campur tangan pemerintah, bahkan mereka menghendaki segala macam fasilitas umum seharusnya di swastanisasikan/diprivatisasikan;
6. Sistem aturan, undang-undang/hukum, ditolak sama sekali, karena hal ini akan menguntungkan pemerintah dan stakeholders lainnya;
1. Tidak menghendaki peran pemerintah dalam pasar bebas. Sehingga peluang akan adanya diskriminasi “terselubung” sangat tinggi (yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin).
b. Persamaan
• sama-sama mengutamakan hak-hak individu/pribadi;
• sama-sama menghendaki dibatasinya kekuasaan pemerintah/kerajaan, kedaulatan undang-undang ;
• kebebaasan untuk menjalankan perusahaan pribadi tanpa adanya aturan;
• administratif yang menghambat aktivitas individu dalam mensejahterakan dirinya.
• sama-sama menolak kekuasaan yang otoriter yang mengekang individu;
• Desentralisasi;
• dst.

Dampak neoliberalisme [23]
Pertama, Industri lokal akan mati. Hambatan perdagangan dibuat dengan tujuan antara lain untuk melindungi industri dan tenaga kerja lokal. Dengan ditiadakannya hambatan perdagangan (deregulasi), maka harga produk dan jasa dari luar negeri akan menurun dan permintaan untuk produk dan jasa lokal akan berkurang. Hal ini mengakibatkan matinya industri lokal perlahan-lahan.
Kedua, Pekerja (karyawan) tidak mendapat perlindungan dari negara. Dalam pemahaman neoliberalisme pemerintah tidak berhak ikut campur tangan dalam penentuan gaji para pekerja (karyawan). Menurut kaum neoliberal, hal ini merupakan urusan antara pengusaha pemilik modal dan para pekerja (karyawan). Apa akibat dari kebijakan semacam ini? Akibatnya adalah hak-hak pekerja tidak lagi mendapatkan perlindungan dari negara. Pengaturan upah, misalnya, sepenuhnya menjadi kewenangan pengusaha. Masalahnya, apakah pengusaha tidak menindas atau memberi gaji yang layak para pekerja?
Ketiga, Privatisasi aktivitas ekonomi . Privatisasi (istilah lain: denasionalisasi, swastanisasi) adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum menjadi milik pribadi atau dari milik negara menjadi milik swasta . Dalam arti aktivitas ekonomi harus dikelola oleh swasta. Secara teori, privatisasi aktivitas ekonomi, membantu terbentuknya pasar bebas (neoliberalisme), mengembangkan kompetisi kapitalis (padahal yang lebih penting adalah coopetetition dan fair trade), yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga lebih kompetitif kepada publik. Tetapi teori semacam ini berakibat negatif, karena layanan publik diberikan ke sektor privat (swasta) yang justru akan menghilangkan kontrol publik dan pemerintah sehingga mengakibatkan kualitas layanan yang buruk.
Keempat, Konsumen tak terlindungi dari produk-produk yang tak layak dikonsumsi. Contoh: produk-produk yang telah diubah secara genetika.Bisa terjadi pemalsuan produk. Kelima, Bergesernya manajemen ekonomi. Ekonomi berbasis persediaan menjadi berbasis permintaan. Artinya negara berkembang yang tadinya kaya akan SDM, sekarang malah menjadi tidak menikmati SDM tersebut karena telah “dirampas dan dikuasai”oleh pemodal. Negara berkembang menjadi negara pengemis atas hasil tanahnya sendiri. Perekonomian dengan inflasi dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi tinggi dengan pengangguran rendah; karena bagi neoliberalisme, penganggur adalah orang-orang yang kalah dalam persaingan.
Keenam, Masalah ekonomi adalah soal “komoditi”. Kaum neoliberalisme melihat bahwa seluruh kehidupan adalah sumber laba korporasi perusahaan. Contoh: air dinilai sebagai barang ekonomis yang pengelolaannya pun harus dilakukan sebagaimana layaknya mengelola barang ekonomis. Jadi, dimensi sosial dalam sumberdaya public goods direduksi hanya sebatas sebagai komoditas semata.
Ketujuh, Semua pemikiran di luar rel pasar dianggap salah. Salah satu kelebihan neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik yang sederhana, sehingga pada titik tertentu tidak lagi mempunyai makna selain apa yang dilakukan oleh pasar dan pengusaha. Bagi kaum neoliberalisme, politik adalah keputusan-keptusan yang menawarkan nilai-nilai dan hanya satu cara yang rasional untuk mengukur nilai yakni pasar. Selain itu, wilayah politik dianggap sebagai tempat pasar berkuasa dan konsep globalisasi (perdagangan bebas) dijadikan cara untuk perluasan pasar melaui WTO, sehingga neoliberalisme yang “kapitalisme” dianggap sebagai neo-imperialisme. Kedelapan, Semakin lebar jurang antara si kaya dan si miskin

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates